The Culture of Reading & Its Influence

The Culture of Reading & Its Influence (Faktor, Media, dan Penyakit Membaca)
Membaca adalah istilah untuk memahami isi dari apa yang tertulis, yakni membaca untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupan dari membaca. Namun dalam masyarakat Indonesia, budaya membaca ini tidak dibiasakan sehingga masyarakat Indonesia kurang mengerti makna membaca yang benar,  dikarenakan juga masyarakat Indonesia belum bisa keluar dari “zona keterpurukan” dalam menangani rendahnya minat baca buku masyarakatnya. Bahkan, dalam masalah tingkat sadar baca, keterampilan dan minat baca pelajar di Indonesia paling rendah di antara negara-negara Asia lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa bangsa ini masih terjangkit penyakit kronis, yakni sikap “malas” dalam membaca, penyaluran buku yang kurang merata, perpustakaan yang jarang dikunjungi, kurangnya motivasi orang tua pada anak, hingga animo miring soal pecinta buku yang dijuluki “kutu buku” justru menghambat tumbuhnya budaya baca di negri ini. Adapun pandangan tokoh tokoh dalam mewujudkan gerakan mencintai buku adalah sebagai berikut :
·         Ada kejahatan yang lebih buruk dari membakar buku, salah satunya adalah tidak membaca buku. (Joseph Alexandrovitch Brodsky, 1940-1996)
·         Pengetahuan sebagian besar tidaklah didapatkan dari bangku sekolah, melainkan melalui buku. (Ajip Rosidi)
·         Sekolah tanpa perpustakaan bagiku bukan sekolah. Pelajar tanpa buku bagiku bukan pelajar. (Minda Perangin-Angin)
Lalu, masihkah ada alasan untuk tidak mencintai buku?
Adapun istilah penyakit yang disebabkan buku adalah biblioholisme, suatu penyakit yang membuat penderitanya selalu berhasrat untuk membeli, membaca, menyimpan, dan mengagumi buku. Ada dua jenis penyakit biblioholisme ini, yaitu bibliomania (gila buku) dan bibliofil (cinta buku). Keduanya menganggap bahwa buku adalah sesuatu yang luar biasa, hanya saja jika bibliomania membeli buku sekadar untuk menumpuknya, sedangkan bibliofil berharap dapat menguras isi dan kebijakan dari buku-buku tersebut. Tentunya, kuantitas buku lebih banyak dimiliki oleh bibliomania ketimbang bibliofil, yang membedakan keduanya hanya sebatas motivasi.  Dalam hal ini, yang diharapkan dalam sebuah negara adalah warganya yang ‘mengidap penyakit’ bibliofil, dimana negara menjadikan buku sebagai pedoman hidup, memanfaatkannya, bahkan menjadikannya sebagai kekayaan negara yang para warganya memiliki hak untuk menikmati, mengapresiasi, dan membacanya.
Salah satu media yang dimiliki oleh bangsa ini untuk mewujudkan impiannya menjadi bangsa bibliofil adalah perpustakaan. Hadirnya perpustakaan di tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat mendongkrak minat dan gairah dalam membaca buku. Negara Indonesia layak meniru keberhasilan pengembangan negara negara lain melalui perpustakaan. Kini saatnya negara Indonesia mewujudkan perpustakaan yang benar-benar menjalankan tanggung jawab demi terciptanya masyarakat baca dan pecinta buku. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan pemberdayaan membaca dengan media perpustakaan ke depannya antara lain:
1.      Ketersediaan bahan pustaka yang sesuai bagi para pembaca. Pengembangan budaya baca (siswa) harus dimulai dari cerita anak-anak (SD), dilanjutkan dengan pengenalan kepada karya-karya sastra (SMP), kemudian ke buku-buku lain seperti biografi, agama, sejarah, dan sebagainya (SMA).  
2.      Penjaga perpustakaan yang ramah dan murah senyum. Dimaksudkan agar mampu memikat banyak orang dari berbagai jenis untuk berkunjung dan menjadi anggota tetap di sana. Perpustakaan harus mampu menjadi titik pusat pembelajaran yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu para pembaca hingga tak mudah mencapai titik jenuh.
3.      Waktu yang panjang untuk para pembaca. Memperpanjang jam buka perpustakaan juga dimaksudkan dapat meningkatkan keahlian dalam memecahkan masalah secara bertahap dan berkelanjutan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa tingkat kesuksesan dan kemampuan seseorang dinilai dari seberapa besar  waktu yang digunakan untuk membaca.
4.      Pembentukan klub baca. Salah satu aplikasi program pembentukan klub baca adalah membentuk klub baca bagi siswa yaitu dengan mendiskusikan suatu topik dalam satu minggu untuk satu kali pertemuan. Hasilnya, para siswa akan aktif mengikuti diskusi tersebut dan terus menggali ilmu pengetahuan melalui membaca buku pengayaan lain.    
5.      Perubahan pandangan berfikir. Penjaga perpustakaan harus mampu menerima kenyataan bahwa membaca adalah suatu yang biasa kepada masyarakat, penjaga perpustakaan harus menjelaskan kepada masyarakat tentang manfaat membaca buku dan fungsinya untuk masa depan.
6.      Pemberdayaan perpustakaan yang bersifat mendidik, seperti meningkatkan kegiatan membaca buku perpustakaan sekolah (librarychool) dan kegiatan membaca dalam hati yang meluangkan sedikit kepada siswa untuk membaca buku dalam kelas.

Dengan demikian, upaya-upaya di atas diharapkan mampu membangun bangsa bibliofil, bangsa yang mempunyai warga pecinta buku dan menjadikan buku sebagai kekayaan dan aset terbesarnya. Komunitas pecinta buku (bibliofil) adalah komunitas yang benar-benar memanfaatkan buku dan mengambil kebijakan dari buku yang dibacanya. Dalam hal ini, diharapkan bangsa Indonesia bisa mencetak generasi yang multitalenta yang gila akan buku dan mengidap penyakit bibliofil. Dengan begitu, bangsa Indonesia akan menghasilkan generasi generasi yang hebat dan pintar yang akan membuat bangsa ini menjadi lebih berkembang.

0 komentar:

  • Captain Tsubasa
  • description

Video Gallery

Sperm
  • Asal Usul Desa Abar abir
    Dari berbagai sumber terpercaya dapat ditelusuri dan digali asal-usul desa abar-abir yang cukup variatif,
  • Instalation Template New Faceblog
    Extract file xml dari zip dan upload xml into your blogger, Setalah anda mengupload xml pindah ke Element Halaman dan edit Faceblog Menu